Kadispenad: Anak Bermasalah Bisa Masuk Barak Militer Sesuai Kriteria
Posted 3 days 11 hours agoKepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menyampaikan bahwa terdapat sejumlah kriteria khusus bagi anak-anak yang dinilai bermasalah untuk nantinya dapat diarahkan ke barak militer. Pernyataan ini merespons wacana yang disampaikan tokoh publik Dedi Mulyadi mengenai pendekatan pendidikan disiplin melalui lingkungan militer bagi anak-anak yang sulit dibina melalui jalur konvensional.
Brigjen Wahyu menjelaskan bahwa tidak semua anak bisa langsung dikirimkan ke lingkungan militer. Hanya anak-anak yang memang tergolong dalam kategori bermasalah secara sosial dan etika yang dapat menjadi kandidat untuk diarahkan ke barak militer.
Beberapa kriteria yang disebutkan antara lain adalah keterlibatan dalam tawuran, keikutsertaan dalam geng motor, hingga sikap yang menunjukkan ketidakmampuan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai dasar etika. Langkah ini dinilai sebagai alternatif pendidikan yang bersifat korektif dan bersandar pada nilai-nilai kedisiplinan tinggi yang menjadi fondasi utama dalam dunia militer.
Brigjen Wahyu menegaskan bahwa pendekatan militer tidak akan menggantikan peran pendidikan formal maupun peran orang tua, melainkan menjadi upaya terakhir dalam kasus-kasus ekstrem yang membutuhkan intervensi serius dan terstruktur. “Barak militer bukan tempat hukuman, melainkan tempat pembinaan dengan kedisiplinan tinggi.
Tujuannya bukan menghukum, tapi mengembalikan mereka ke jalur yang benar melalui struktur kehidupan yang lebih teratur,” ujarnya. Wacana ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat.
Sebagian kalangan menilai bahwa pendekatan militer bisa memberikan dampak positif bagi anak-anak yang selama ini luput dari perhatian dan kontrol sosial. Namun sebagian lainnya mempertanyakan apakah lingkungan militer yang keras cocok untuk perkembangan psikologis anak-anak yang justru membutuhkan pendekatan lebih empatik dan rehabilitatif.
Kadispenad menjawab kritik tersebut dengan menekankan bahwa pendekatan militer tetap akan memperhatikan aspek kemanusiaan dan psikologis anak. Dalam pelaksanaannya, mereka akan didampingi oleh tenaga ahli, termasuk psikolog dan pembina yang telah terlatih untuk menghadapi dinamika remaja yang kompleks.
Pemerintah daerah dan lembaga sosial akan dilibatkan dalam proses seleksi, pemantauan, hingga pendampingan selama masa pembinaan. Dengan demikian, program ini tidak bersifat sepihak dan akan tetap berada dalam koridor perlindungan anak.
Seiring meningkatnya kasus kenakalan remaja dan kekerasan jalanan, ide pembinaan melalui kedisiplinan militer ini menjadi salah satu opsi yang tengah dikaji lebih lanjut oleh beberapa pihak. Meski belum menjadi kebijakan resmi secara nasional, pembicaraan terkait ini terus berkembang, terutama di daerah-daerah yang rentan terhadap masalah sosial remaja.