Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membeberkan potensi kerugian negara akibat dugaan kecurangan dalam peredaran beras komersial dan pengoplosan beras subsidi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang nilainya bisa mencapai Rp101,35 triliun per tahun. Dugaan kecurangan itu melibatkan beragam modus, mulai dari pengoplosan beras bersubsidi menjadi beras premium hingga penyimpangan kualitas, harga, dan kemasan beras komersial di pasaran.
Dalam jumpa pers usai kegiatan Hari Krida Pertanian di Jakarta, Mentan menjelaskan investigasi dilakukan setelah ditemukan anomali di pasar beras, padahal produksi padi nasional tengah tinggi dan menjadi rekor tertinggi dalam 57 tahun terakhir. Dengan stok 4,2 juta ton, seharusnya harga dan pasokan beras terkendali, namun justru ditemukan banyak kecurangan yang merugikan negara dan konsumen.
Temuan Kementan dari 268 sampel beras di 10 provinsi mengungkap bahwa mayoritas beras premium maupun medium tidak sesuai standar. Pada beras premium, sekitar 85,56 persen tidak sesuai ketentuan mutu, 59,78 persen melanggar harga eceran tertinggi (HET), dan 21,66 persen tidak sesuai berat kemasan. Sedangkan beras medium mencatat 88,24 persen tidak sesuai mutu, 95,12 persen tidak sesuai HET, dan 9,38 persen tidak sesuai berat kemasan.
Pengambilan sampel dilakukan pada periode 6-23 Juni 2025 di berbagai lokasi strategis, seperti Pasar Induk Beras Cipinang, pasar tradisional di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, serta beberapa provinsi lainnya. Pemeriksaan mutu dilakukan menggunakan 13 laboratorium independen demi menjamin akurasi data.
Mentan mengungkap bahwa Satuan Tugas Pangan Polri mulai memanggil 212 produsen beras yang diduga terlibat dalam kecurangan tersebut. Langkah ini diambil setelah Kementan mengirim surat resmi ke Kapolri dan Jaksa Agung, guna memastikan proses hukum berjalan tegas dan cepat.
Terkait pengoplosan beras subsidi, modusnya dilakukan dengan mengambil 80 persen beras SPHP bersubsidi, kemudian dijual sebagai beras premium. Sementara sisanya 20 persen dijual sesuai ketentuan. Perbuatan tersebut berpotensi merugikan negara hingga Rp2 triliun per tahun, dan menyebabkan beras subsidi gagal sampai ke masyarakat berpenghasilan rendah.
Satgas Pangan Polri telah turun ke lapangan untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Mentan menegaskan pentingnya tindakan tegas agar pelaku kecurangan tidak merugikan negara lebih lama lagi. “Kami ingin pastikan keadilan bagi produsen dan konsumen. Kalau ini terus terjadi, kerugian negara bisa tembus hampir Rp1.000 triliun dalam 10 tahun ke depan,” ujarnya.
Pemerintah menegaskan komitmen untuk memperkuat pengawasan distribusi dan perdagangan beras demi menjaga stabilitas harga, pasokan, dan keadilan di sektor pangan nasional.