Sembilan anak buah kapal (ABK) WNI yang sebelumnya terlantar di kapal berbendera Tanzania, MV Sencer 1, akhirnya berhasil dievakuasi dan dipulangkan ke Indonesia berkat kerja keras dan diplomasi kemanusiaan yang dilakukan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Mumbai. Para ABK tersebut mengalami kondisi darurat selama lebih dari enam bulan di tengah laut, tanpa gaji dan pasokan kebutuhan hidup yang layak.
Proses evakuasi ini bukanlah hal yang sederhana. Melalui serangkaian pendampingan hukum, penyediaan bantuan logistik, hingga langkah repatriasi yang melibatkan berbagai pihak, KJRI Mumbai berhasil memberikan solusi nyata atas krisis ini. Konsul Jenderal Edy Wardoyo mengungkapkan bahwa keberhasilan ini menjadi wujud dari diplomasi perlindungan yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan kolaborasi lintas sektor.
Tahapan sign-off yang menjadi langkah akhir dalam proses pemulangan dilakukan setelah adanya putusan dari Pengadilan Tinggi Mumbai pada 25 Juni 2025. Keputusan tersebut menilai kondisi yang dialami ABK sebagai keadaan darurat yang memerlukan respons segera. Hanya berselang sehari, proses sign-off pun dilaksanakan dan pemulangan dipastikan bisa segera dilakukan.
Para ABK yang sempat hidup dalam ketidakpastian dan penderitaan akhirnya mengungkapkan rasa haru serta terima kasih atas bantuan dan perlindungan dari KJRI Mumbai dan KBRI New Delhi. Pendampingan yang konsisten dari awal hingga akhir kasus membuat mereka kembali memiliki harapan dan kepercayaan terhadap negara.
Keberhasilan ini juga tak lepas dari peran berbagai institusi di India yang turut bekerja sama, mulai dari Direktorat Jenderal Perkapalan India (DG Shipping), Otoritas Pelabuhan Mumbai, hingga organisasi pelaut internasional seperti ITF dan NUSI. Kombinasi sinergi dan solidaritas ini menjadi fondasi kuat dalam upaya menyelamatkan para ABK dari situasi berbahaya.
KJRI Mumbai menyatakan bahwa misi perlindungan WNI akan terus diutamakan, terutama bagi mereka yang terlibat dalam sektor ketenagakerjaan dan kerap berhadapan dengan situasi rentan. Dalam pernyataan resminya, KJRI menegaskan bahwa pendekatan kemanusiaan akan tetap menjadi poros utama diplomasi mereka.
Kasus ini menjadi gambaran nyata tentang bagaimana warga negara Indonesia di luar negeri sangat membutuhkan keberadaan negara sebagai pelindung. Dalam konteks hubungan internasional, peristiwa ini juga menunjukkan bahwa diplomasi tidak hanya soal politik dan ekonomi, tetapi juga soal nyawa dan martabat manusia.
Dengan pulangnya para ABK ke tanah air, perjuangan panjang mereka menemukan titik terang. Namun, peristiwa ini seharusnya menjadi evaluasi menyeluruh tentang sistem perlindungan pekerja migran kita, agar kasus serupa tak lagi terulang di masa mendatang. Negara hadir bukan hanya dalam kata-kata, tetapi dalam aksi nyata saat warganya menghadapi kesulitan di tanah asing.